Senin, 17 November 2025

 SELF  LEADERSHIP  FOR ULTIMATE GOALS

Ketika Merasa Tersesat, Sesungguhnya Kamu Sedang Dituntun


Banyak orang merasa jauh dari Allah hanya karena hidup tidak mudah.
Padahal bisa jadi justru di masa itu Allah sedang mendekatkanmu.

Bagaimana mungkin?

Karena jika hidup terlalu nyaman, kita cenderung lupa.
Jika hidup selalu mulus, kita cenderung merasa tidak perlu berdoa.
Jika semua keinginan terpenuhi, kita cenderung merasa bisa mengatur hidup sendirian.

Allah sesekali mengguncang hidup kita bukan untuk menghancurkan, tetapi untuk membangunkan.
Agar kita kembali sadar siapa yang memegang kendali.

Seperti seorang ayah yang menarik lembut tubuh anak kecil ketika ia berjalan ke arah yang salah, Allah pun menarik kita dengan cara-Nya sendiri. Kadang kita merasakan sakit, kadang kecewa, kadang tersesat, tetapi arah itu membawa kita menjauhi bahaya yang tidak kita ketahui.

Kita tidak melihat masa depan, tapi Allah melihat seluruh perjalanan kita dari awal hingga akhir.
Karena itu, ketika hidup terasa gelap, bukan berarti kita tidak dituntun. Kita justru sedang diarahkan ke cahaya yang lebih besar

Mari kita jujur: siapa di dunia ini yang imannya tidak pernah goyah?


Bahkan para sahabat memiliki masa-masa gelisah.
Bahkan para nabi pernah merasa sedih.
Bahkan Rasulullah ﷺ menangis, berduka, dan memohon pertolongan.

Iman bukan garis lurus. Ia naik dan turun. Ia tumbuh dan menyusut. Ia hidup dan bergerak seiring ujian yang datang. Karena itu, ukuran iman bukanlah rasa, tetapi keputusan.

· Ketika kamu tetap shalat meski berat—itu iman.

· Ketika kamu tetap berdoa meski tidak tahu hasilnya—itu iman.

· Ketika kamu tetap melangkah meski hati rapuh—itu iman.

· Ketika kamu tetap percaya meski tidak melihat jalan—itu iman.

Allah tidak meminta manusia menjadi malaikat. Dia tahu kita lemah, tahu kita terbatas, tahu kita sering salah langkah.

Yang Allah minta hanya satu: jangan putus hubungan. Jangan berhenti kembali kepada Allah.

Shalatmu, walau kadang tanpa khusyuk, adalah tanda bahwa kamu masih terhubung. Doamu, walau pendek dan terbata-bata, adalah jembatan yang menghubungkanmu kepada-Nya. Keyakinanmu, walau hanya sebutir debu, lebih berharga daripada ratusan strategi yang tidak melibatkan Allah.

Pertolongan Allah datang bukan karena kamu sempurna, tetapi karena kamu tidak menyerah.

........................................................Tetap  Optimis ......................................................

www.pt-afiralintaspersada.web.id


 


Selasa, 11 November 2025

 SERI  :  LEADERSHIP

DUKA YANG MEMBENTUK KARAKTER SEORANG CHARLIE MUNGER

Charlie Munger dikenal luas sebagai rekan sekaligus “otak kanan” dari Warren Buffett, dua legenda investasi dunia yang membangun kejayaan Berkshire Hathaway. Namun di balik kebijaksanaannya yang terkenal tajam, tersimpan perjalanan hidup yang penuh luka, ujian, dan kebangkitan.

1. Kehilangan yang Tak Terbayangkan

Di usia muda, Munger mengalami pukulan beratperceraian yang menyakitkan dan kematian anak laki-lakinya yang baru berusia 9 tahun karena leukemia. Ia juga kehilangan penglihatannya di satu mata akibat komplikasi medis. Bagi banyak orang, tragedi seperti itu bisa menghancurkan hidup. Namun Munger justru menjadikannya bahan bakar untuk tumbuh.

“Jika kamu tidak mampu menanggung sedikit penderitaan dalam hidup, maka kamu tidak akan pernah benar-benar memahami arti kebahagiaan,” kata Munger suatu ketika.

 

2. Fokus pada Apa yang Bisa Diperbaiki

Salah satu prinsip hidup Munger adalah berpikir rasional di tengah kekacauan emosi. Ia belajar menerima hal-hal yang tak bisa diubah, dan mengalihkan energinya pada hal-hal yang masih bisa ia kendalikan — pikirannya, tindakannya, dan keputusan investasinya.

Inilah pelajaran penting: hidup bukan tentang menghindari penderitaan, tetapi bagaimana kita menghadapinya dengan logika dan ketenangan batin.

3. Investasi Terbaik adalah pada Diri Sendiri

Munger sering berkata, “Investasikan lebih banyak pada dirimu sendiri daripada pada saham.”
Ia gemar membaca berjam-jam setiap hari, memperluas wawasan lintas bidang — dari psikologi, hukum, sejarah, hingga sains. Ia percaya pengetahuan lintas disiplin adalah kunci sukses sejati.

Warisan yang ia tinggalkan, yang kini bernilai lebih dari 2 triliun rupiah, bukan sekadar angka, melainkan hasil dari proses panjang berpikir, disiplin, dan karakter.

4. Kesederhanaan dan Integritas

Meski memiliki kekayaan luar biasa, Munger hidup sederhana dan menjunjung tinggi integritas serta etika dalam berbisnis. Ia tidak pernah mencari jalan pintas, melainkan memegang prinsip “berlaku benar meskipun tidak ada yang melihat.”

5. Hikmah yang Bisa Kita Ambil

Hidup Charlie Munger adalah bukti bahwa:

  • Kehilangan bukan akhir dari segalanya, melainkan awal untuk tumbuh menjadi lebih kuat.

  • Kesabaran dan nalar bisa menyelamatkan kita dari keputusasaan.

  • Kekayaan sejati bukan hanya uang, melainkan kebijaksanaan yang diperoleh dari pengalaman.

“Setiap hari sedikit lebih bijak dari kemarin — itu sudah cukup,” — Charlie Munger.

Kalimat  terakhir diucapkannya adalah merujuk pada Sabda Nabi 1400 tahun lalu yang mengatakan :  

Sabda Rasulullah ﷺ tentang Hakikat Perubahan Diri

النَّبِيُّ ﷺ قَالَ:

مَنْ اسْتَوَى يَوْمَاهُ فَهُوَ مَغْبُونٌ، وَمَنْ كَانَ غَدُهُ شَرًّا مِنْ يَوْمِهِ فَهُوَ مَلْعُونٌ، وَمَنْ لَمْ يَكُنْ فِي زِيَادَةٍ فَهُوَ فِي نُقْصَانٍ، وَمَنْ كَانَ فِي نُقْصَانٍ فَالْمَوْتُ خَيْرٌ لَهُ.

Transliterasi:
Man istawā yaumāhu fahuwa maghbūn, wa man kāna ghaduhu syarran min yaumihi fahuwa mal‘ūn, wa man lam yakun fī ziyādah fahuwa fī nuqṣān, wa man kāna fī nuqṣān fal-mawtu khairun lah.

Artinya:

“Barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarinnya, maka ia adalah orang yang merugi.
Barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarinnya, maka ia terlaknat.
Barangsiapa yang tidak bertambah (kebaikannya), maka sesungguhnya ia berkurang.
Dan barangsiapa yang terus berkurang, maka kematian lebih baik baginya.”
(Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Syu‘abul Īmān, no. 10257)


Charlie  Munger 
Lahir: 1 Januari 1924
Meninggal: 28 November 2023 

 

Jumat, 31 Oktober 2025

 

Sehari Bersama Ali Bristono – PHK  Bukan  Akhir dari Segalanya.

Pagi itu, langkah Hendar Priyadi terasa berat. Baru saja ia kehilangan pekerjaan akibat perampingan perusahaan. Pendidikan hanya SMA, usia di atas 30 tahun — dan kini ia merasa tak punya arah.

Di sebuah taman kecil, ia duduk menatap langit. Hatinya gundah.

“Ya Allah… apa langkahku berikutnya?”

Di tengah lamunannya, seorang pria datang dan berkata sopan,
“Mas, boleh duduk di sini?”
“Silakan, Pak,” jawab Hendar.

Diam sejenak. Lalu Hendar membuka curahan hatinya,
“Saya habis di-PHK, Pak. Bingung… saya takut masa depan saya suram.”

Pria itu tersenyum lembut. Namanya Ali Bristono.

“Mas,” katanya pelan, “saya pernah merasakan hal itu. Gelap. Takut. Bingung. Tapi ingat… Musibah bukan tanda Allah menjauh. Kadang itu cara-Nya mendorong kita ke jalan baru.

Ali melanjutkan,
“Dulu saya juga kehilangan pekerjaan. Lebih tua dari Mas, tidak punya modal, pengalaman sedikit. Tapi Allah gantikan dengan jalan rezeki yang tak saya duga. Ada orang yang mengajak saya bergabung di dunia agent properti. Awalnya ragu… tapi saya yakin janji Allah:”

“Barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya.”
(QS. At-Talaq: 3)

Hendar mendengarkan, matanya mulai berbinar.

“Mas tahu,” ujar Ali, “dalam Islam, rezeki itu luas. Tidak hanya dari pekerjaan lama kita. Kadang Allah tutup satu pintu agar kita masuk ke pintu yang lebih besar.”

Hendar bertanya lirih,
“Lalu… apa yang harus saya lakukan?”

Ali menepuk bahunya penuh empati.

Bangkitlah, Mas. Ikut saya. Belajar. Kita berjuang bersama. Rezeki tidak datang pada yang hanya menunggu — tapi pada yang ikhtiar, sabar, dan tawakal.”

“Mulailah dari langkah kecil. Jangan malu belajar. Nabi bersabda:”

“Allah mencintai hamba yang bekerja dan berusaha.”
(HR. Thabrani)

Di saat itu, hati Hendar terasa lebih ringan.
Ia belum melihat seluruh jalan, tapi ia menemukan harapan baru.

Karena ia sadar —
Jika Allah menutup satu jalan, maka itu bukan akhir; itu tanda ada jalan lain yang lebih baik sedang disiapkan.

Pesan Moral

  • PHK bukan akhir, tapi awal bab baru

  • Allah tidak pernah salah dalam menetapkan takdir

  • Ikhtiar + sabar + tawakal = pintu rezeki terbuka

  • Jangan malu belajar hal baru meski usia bertambah

  • Jika kita melangkah, Allah akan membimbing



Selasa, 07 Oktober 2025

 

Tiga Hal yang Tak Diberi Keringanan oleh Allah — Pesan Hikmah dari Imam Muhammad al-Baqir as

Dalam samudra ilmu dan kebijaksanaan para Ahlul Bait, terdapat mutiara nasihat yang abadi dari Imam Muhammad al-Baqir as, seorang tokoh besar dalam sejarah Islam yang dikenal dengan kedalaman ilmunya dan ketajaman pemahamannya terhadap hakikat kehidupan.
Beliau berkata:

“Ada tiga hal yang Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung tidak memberikan keringanan kepada siapa pun untuk meninggalkannya:

  1. Menunaikan amanah, baik kepada orang shaleh maupun orang fasik.

  2. Menepati janji dan perjanjian, baik kepada orang shaleh maupun orang fasik.

  3. Berbuat baik kepada kedua orang tua, baik mereka orang shaleh maupun fasik.”

1. Menunaikan Amanah: Fondasi Kepercayaan dan Integritas

Amanah adalah cermin keimanan. Ia bukan sekadar titipan harta atau rahasia, tetapi juga mencakup tanggung jawab moral dan sosial. Dalam pandangan Imam al-Baqir, amanah tidak mengenal batas moral penerimanya. Artinya, jika seseorang mempercayakan sesuatu kepada kita—entah dia orang saleh atau fasik—kewajiban kita adalah tetap menjaganya.

Inilah bentuk tertinggi dari integritas: melakukan yang benar, bukan karena siapa yang terlibat, tapi karena Allah menyuruhnya.
Sebagaimana firman Allah:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.”
(QS. An-Nisa: 58)

2. Menepati Janji: Cerminan Kejujuran dan Keteguhan Iman

Janji adalah ikatan suci yang tidak boleh dikhianati. Imam al-Baqir mengingatkan bahwa kejujuran tidak boleh bersyarat pada siapa yang kita hadapi. Bahkan jika janji itu dibuat dengan orang yang fasik, seorang mukmin tetap wajib menepatinya.

Sebab di sisi Allah, kejujuran adalah nilai yang berdiri sendiri, bukan ditentukan oleh siapa lawan bicara kita.
Rasulullah ﷺ bersabda:

“Tidak ada iman bagi orang yang tidak menepati janji.”
(HR. Ahmad)

Menepati janji adalah tanda dari jiwa yang istiqamah—jiwa yang tidak tergoyahkan oleh hawa nafsu atau kepentingan sesaat.

3. Berbuat Baik kepada Kedua Orang Tua: Tanpa Syarat dan Tanpa Alasan

Hal ketiga yang ditekankan Imam al-Baqir adalah berbuat baik kepada kedua orang tua, baik mereka orang saleh maupun fasik. Ini adalah ajaran yang sarat makna. Sebab kebaikan kepada orang tua bukanlah penghargaan atas perilaku mereka, melainkan pengakuan atas jasa dan keberadaan mereka sebagai sebab kehidupan kita.

Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:

“Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya...”
(QS. Al-Ankabut: 8)

Berbakti kepada orang tua adalah latihan spiritual tertinggi dalam menundukkan ego dan melatih hati untuk tulus tanpa pamrih. Bahkan jika orang tua berbuat salah, seorang anak tetap wajib berbuat baik, selama tidak diminta melakukan kemaksiatan.

Nasihat Imam Muhammad al-Baqir ini menggambarkan tiga prinsip agung kehidupan beretika dalam Islam: kejujuran (amanah), komitmen (janji), dan kasih sayang (bakti).

Ketiganya membentuk fondasi masyarakat yang adil, harmonis, dan beradab.

Tidak ada keringanan dari Allah dalam tiga hal ini karena ia adalah pilar moral universal—baik dalam hubungan dengan Allah, sesama manusia, maupun keluarga.
Menjalankannya bukan hanya tanda ketaatan, tapi juga jalan menuju kedamaian batin dan keberkahan hidup.



Minggu, 05 Oktober 2025

 

"Ketika Sabar Diuji dan Syukur Ditinggalkan — Lalu Siapa Dirimu Sebenarnya?"

Tidak ada kebahagiaan yang abadi, dan tidak ada kesedihan yang tak berkesudahan. Semua berjalan sesuai waktunya — sebagaimana siang berganti malam, dan badai pun akhirnya reda.
Namun di antara dua fase kehidupan itu, ada dua hal yang menentukan arah jiwamu: sabar dan syukur.

Sabar bukan sekadar menahan amarah atau pasrah tanpa daya. Ia adalah keteguhan jiwa yang berlandaskan keyakinan bahwa Allah sedang menulis sesuatu yang lebih indah dari rencana manusia.
Sedangkan syukur bukan sekadar ucapan “alhamdulillah” saat menerima nikmat, melainkan kemampuan melihat hikmah di balik setiap peristiwa — bahkan ketika yang tampak di mata hanyalah kehilangan.

Allah menegaskan dalam Al-Qur’an:

"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu; dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk."
(QS. Al-Baqarah: 45)

Ayat ini menegaskan bahwa dua kunci kekuatan hidup manusia adalah sabar dan shalat.

Mengapa? Karena sabar menata batin, sedangkan shalat menata hubungan dengan Allah.

Ketika keduanya berjalan seimbang, maka manusia akan menemukan ketenangan yang tak tergoyahkan.

Menurut Imam Al-Ghazali, sabar adalah “pondasi seluruh kebaikan.” Dalam Ihya Ulumuddin, beliau menulis bahwa “sabar adalah separuh iman, dan syukur adalah separuhnya lagi.”
Artinya, iman yang utuh hanya bisa lahir dari keseimbangan antara keteguhan di masa sulit dan rasa terima kasih di masa lapang.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menggambarkan sabar dan syukur sebagai “dua kuda penarik menuju surga.”
Seseorang diuji bukan untuk dikalahkan, tapi agar hatinya disempurnakan.

Dan nikmat diberikan bukan untuk dibanggakan, tapi agar rasa syukurnya semakin dalam.

Sementara Sayyid Quthb, dalam Fi Zhilalil Qur’an, menjelaskan bahwa sabar bukan reaksi pasif, melainkan kekuatan batin yang melahirkan kejelasan berpikir dan produktivitas dalam tekanan.
Shalat di sisi lain adalah “sumber energi langit” yang menenangkan dan menyalakan semangat hidup.

Adapun Imam Ja‘far ash-Shadiq, cucu dari Imam Ali Zainal Abidin, memberikan dimensi spiritual yang sangat indah:

Beliau berkata,

“Sabar adalah kunci kemenangan, dan syukur adalah mahkota kenikmatan.”

Menurut beliau, sabar adalah bentuk cinta — karena orang yang mencintai Allah akan rela menunggu  dan menerima apa pun dari-Nya.

Sedangkan  syukur adalah bentuk pengakuan — karena hanya hati yang mengenal Pemberi nikmat yang mampu benar-benar berterima kasih.


Imam Ja‘far juga menegaskan bahwa sabar tanpa syukur adalah kekeringan jiwa, dan syukur tanpa sabar adalah kebahagiaan yang rapuh.

Disaat  keduanya berpadu, hati manusia mencapai keseimbangan antara ridha dan usaha, antara doa dan tindakan.

Maka, ketika Allah berfirman “mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat”, itu bukan sekadar perintah ibadah — tetapi formulasi spiritual dan psikologis untuk menstabilkan hati.

Sabar menjaga jiwa dari keputusasaan, sementara shalat menyalakan kembali cahaya pengharapan,
sedangkan  syukur menumbuhkan kebahagiaan yang sejati.

Sabar itu tak bertepi, syukur itu tak berujung.
Keduanya bukan sekadar sikap, melainkan perjalanan menuju kedewasaan ruhani dan ketenangan sejati.
Dan dalam setiap langkahnya, ada bisikan lembut dari langit yang mengingatkan:

“Mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat...




 

www.pt-afiralintaspersada.web.id
Email : info@pt-afiralintaspersada.web.id

Sabtu, 04 Oktober 2025

  Wujudkan Passive Income Bersama Ali Brighton — Karena Mimpi Itu Bisa Jadi Nyata!

Di tengah kenaikan harga kebutuhan pokok yang kian tak menentu, banyak orang mulai mencari cara agar bisa menambah penghasilan tanpa harus bekerja siang dan malam. Tapi, tahukah kamu bahwa passive income bukanlah hal mustahil?

Ya, kamu tidak salah dengar — passive income bisa kamu wujudkan, asalkan kamu tahu caranya dan bergabung dengan komunitas yang tepat.

🔑 Kuncinya Ada pada Cara Berpikir dan Jaringan yang Tepat

Sering kali yang membatasi seseorang bukanlah peluang, tapi cara berpikirnya.

Bersama Ali Brighton, kamu akan diajak untuk mengubah mindset dari “tidak mungkin” menjadi “sangat mungkin”. Karena sejatinya, mungkin dan tidak mungkin hanya ada di pikiranmu.

Ali Brighton dan komunitas Brighton memahami bahwa setiap orang memiliki potensi besar untuk berkembang. Kamu tidak perlu menjadi ahli keuangan atau pebisnis sukses dulu untuk mulai — kamu hanya perlu kemauan untuk belajar dan komunitas yang membimbing langkahmu.

🌱 Bersama Brighton, Kamu Tidak Jalan Sendiri

Komunitas Brighton hadir sebagai wadah bagi siapa pun yang ingin mewujudkan impian finansialnya dengan cara yang realistis dan berkelanjutan.

Kamu akan dibimbing langsung oleh mentor berpengalaman, termasuk Ali Brighton, untuk memahami :

  • Bagaimana membangun sumber passive income dari awal,
  • Strategi memanfaatkan peluang digital dan aset produktif,
  • Cara mengelola keuangan agar penghasilanmu terus berkembang tanpa harus bekerja lebih keras.

💬 Mengapa Harus Mulai Sekarang?

Harga barang kebutuhan pokok semakin melonjak, dan menunggu bukanlah solusi.

Setiap hari yang kamu tunda adalah kesempatan yang kamu lewatkan.

Sementara orang lain sudah mulai menyiapkan masa depan finansial mereka, kamu pun bisa melakukan hal yang sama — bahkan lebih baik — dengan bimbingan dan komunitas yang peduli pada kesuksesanmu.

🚀 Yuk, Gabung Sekarang!

Jangan biarkan mimpi finansialmu hanya menjadi wacana.

Wujudkan mimpi jadi nyata bersama Ali Brighton dan komunitas Brighton.

Di sini, kamu bukan hanya belajar mencari uang — tapi juga belajar membangun kehidupan yang mandiri, stabil, dan penuh peluang.

✨ Karena passive income bukan mimpi — itu adalah hasil dari keputusan yang kamu ambil hari ini.



Untuk promosi dan iklan di blog ini hubungi email : info@pt-afiralintaspersada.web.id atau kunjungi website kami : www.pt-afiralintaspersada.web.id, chat by admin.

www.pt-afiralintaspersada.web.id


Selasa, 30 September 2025

 Growth Mindset dalam Perspektif Literasi Islam menurut Ulama Klasik dan Kontemporer

Dalam dunia pendidikan modern, istilah growth mindset merujuk pada pola pikir yang meyakini bahwa kemampuan manusia dapat berkembang melalui usaha, pembelajaran, dan ketekunan. Konsep ini sering dipertentangkan dengan fixed mindset, yakni pandangan bahwa kecerdasan atau kemampuan bersifat tetap dan tidak bisa berubah. Meskipun istilah ini populer di Barat melalui penelitian Carol Dweck, hakikatnya nilai growth mindset sudah lama tertanam dalam tradisi literasi Islam. Beberapa ulama klasik hingga kontemporer memberikan penekanan yang khas terhadap gagasan pengembangan diri, kesungguhan, dan keikhlasan dalam menuntut ilmu serta beramal.

Berikut pandangan tiga tokoh penting: Imam Al-Ghazali, Imam Ali Zainal Abidin, dan Sayid Ali Khamenei.

1. Imam Al-Ghazali: Transformasi Diri Melalui Ilmu dan Tazkiyatun Nafs

Imam Abu Hamid Al-Ghazali (w. 1111 M), dikenal sebagai Hujjatul Islam, menekankan pentingnya tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) dalam proses belajar. Baginya, akal dan hati manusia dapat berkembang tanpa batas jika diarahkan pada ilmu yang bermanfaat dan amal yang tulus. Dalam Ihya’ Ulumuddin, ia menegaskan bahwa ilmu bukanlah sekadar informasi, melainkan sarana transformasi diri.

Dari perspektif growth mindset, Al-Ghazali menekankan bahwa manusia tidak boleh berpuas diri dengan kondisi saat ini. Ia menulis: “Barang siapa yang tidak menambah ilmunya, maka ia akan berkurang. Dan barang siapa yang hari ini sama dengan kemarin, maka ia adalah orang yang merugi.” Kalimat ini menggambarkan urgensi untuk terus berkembang, memperbaiki diri, dan tidak berhenti pada pencapaian sementara.

Letak penekanan Al-Ghazali: perkembangan manusia bergantung pada penyucian hati dan kesungguhan mencari ilmu, sehingga setiap individu memiliki potensi tak terbatas untuk tumbuh.

2. Imam Ali Zainal Abidin: Konsistensi, Kesabaran, dan Doa sebagai Jalan Pertumbuhan

Imam Ali Zainal Abidin (w. 713 M), cucu dari Imam Husain, dikenal dengan warisan spiritualnya dalam Ash-Shahifah As-Sajjadiyah. Ia memandang pertumbuhan manusia bukan hanya pada aspek intelektual, tetapi juga spiritual. Melalui doa-doanya, beliau menekankan pentingnya kesabaran, konsistensi, dan kerendahan hati dalam meraih kesempurnaan hidup.

Dalam salah satu doanya, beliau memohon agar Allah menjadikannya lebih baik dari apa yang dipikirkan orang tentang dirinya dan mengampuni kekurangannya. Hal ini menunjukkan kesadaran bahwa manusia selalu berada dalam proses menjadi, bukan keadaan yang statis.

Dari perspektif growth mindset, Imam Zainal Abidin mengajarkan bahwa pertumbuhan sejati lahir dari pengakuan atas kelemahan diri, disertai tekad memperbaiki kekurangan melalui doa, amal, dan kesabaran.

Letak penekanan Imam Zainal Abidin: growth mindset ditempatkan pada kerendahan hati dan kesadaran spiritual, bahwa manusia selalu bisa tumbuh selama bersandar pada Allah dan tidak berhenti memperbaiki diri.

3. Sayid Ali Khamenei: Pendidikan, Kerja Keras, dan Perlawanan terhadap Kejumudan

Sayid Ali Khamenei (lahir 1939), pemimpin spiritual kontemporer Iran, kerap menekankan pentingnya membangun generasi muda dengan semangat belajar, kemandirian, dan kerja keras. Baginya, stagnasi intelektual dan mental adalah bentuk penjajahan terselubung yang menghambat kemajuan umat Islam.

Dalam berbagai ceramahnya, ia menegaskan bahwa bangsa yang ingin maju harus menumbuhkan budaya ilmu, penelitian, dan inovasi. Ia sering menyebut bahwa Islam mengajarkan ijtihad (usaha intelektual) yang berkesinambungan, sehingga umat tidak boleh terjebak dalam mentalitas statis atau sekadar meniru.

Dari perspektif growth mindset, Sayid Ali Khamenei menekankan bahwa potensi bangsa dan individu dapat berkembang pesat jika dibarengi tekad kuat, disiplin, dan keyakinan bahwa kemampuan bisa ditingkatkan.

Letak penekanan Sayid Ali Khamenei: growth mindset diterjemahkan ke dalam semangat kerja keras, pendidikan, dan keberanian menghadapi tantangan zaman untuk membangun peradaban Islam yang unggul.

Kesimpulan

Ketiga ulama di atas, meski berbeda zaman dan konteks, memiliki benang merah yang sama: manusia selalu berada dalam proses menjadi, bukan dalam keadaan final.

  • Imam Al-Ghazali menekankan ilmu dan penyucian hati sebagai fondasi pertumbuhan.
  • Imam Ali Zainal Abidin menekankan kesabaran, kerendahan hati, dan doa sebagai motor spiritual dalam perjalanan pengembangan diri.
  • Sayid Ali Khamenei menekankan pendidikan, kerja keras, dan semangat ijtihad sebagai kunci kemajuan umat di era modern.

Dengan demikian, growth mindset dalam perspektif literasi Islam bukan sekadar keyakinan psikologis, melainkan bagian dari jalan spiritual, intelektual, dan sosial untuk terus memperbaiki diri dan menebar manfaat bagi kehidupan.