Selasa, 30 September 2025

 Growth Mindset dalam Perspektif Literasi Islam menurut Ulama Klasik dan Kontemporer

Dalam dunia pendidikan modern, istilah growth mindset merujuk pada pola pikir yang meyakini bahwa kemampuan manusia dapat berkembang melalui usaha, pembelajaran, dan ketekunan. Konsep ini sering dipertentangkan dengan fixed mindset, yakni pandangan bahwa kecerdasan atau kemampuan bersifat tetap dan tidak bisa berubah. Meskipun istilah ini populer di Barat melalui penelitian Carol Dweck, hakikatnya nilai growth mindset sudah lama tertanam dalam tradisi literasi Islam. Beberapa ulama klasik hingga kontemporer memberikan penekanan yang khas terhadap gagasan pengembangan diri, kesungguhan, dan keikhlasan dalam menuntut ilmu serta beramal.

Berikut pandangan tiga tokoh penting: Imam Al-Ghazali, Imam Ali Zainal Abidin, dan Sayid Ali Khamenei.

1. Imam Al-Ghazali: Transformasi Diri Melalui Ilmu dan Tazkiyatun Nafs

Imam Abu Hamid Al-Ghazali (w. 1111 M), dikenal sebagai Hujjatul Islam, menekankan pentingnya tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) dalam proses belajar. Baginya, akal dan hati manusia dapat berkembang tanpa batas jika diarahkan pada ilmu yang bermanfaat dan amal yang tulus. Dalam Ihya’ Ulumuddin, ia menegaskan bahwa ilmu bukanlah sekadar informasi, melainkan sarana transformasi diri.

Dari perspektif growth mindset, Al-Ghazali menekankan bahwa manusia tidak boleh berpuas diri dengan kondisi saat ini. Ia menulis: “Barang siapa yang tidak menambah ilmunya, maka ia akan berkurang. Dan barang siapa yang hari ini sama dengan kemarin, maka ia adalah orang yang merugi.” Kalimat ini menggambarkan urgensi untuk terus berkembang, memperbaiki diri, dan tidak berhenti pada pencapaian sementara.

Letak penekanan Al-Ghazali: perkembangan manusia bergantung pada penyucian hati dan kesungguhan mencari ilmu, sehingga setiap individu memiliki potensi tak terbatas untuk tumbuh.

2. Imam Ali Zainal Abidin: Konsistensi, Kesabaran, dan Doa sebagai Jalan Pertumbuhan

Imam Ali Zainal Abidin (w. 713 M), cucu dari Imam Husain, dikenal dengan warisan spiritualnya dalam Ash-Shahifah As-Sajjadiyah. Ia memandang pertumbuhan manusia bukan hanya pada aspek intelektual, tetapi juga spiritual. Melalui doa-doanya, beliau menekankan pentingnya kesabaran, konsistensi, dan kerendahan hati dalam meraih kesempurnaan hidup.

Dalam salah satu doanya, beliau memohon agar Allah menjadikannya lebih baik dari apa yang dipikirkan orang tentang dirinya dan mengampuni kekurangannya. Hal ini menunjukkan kesadaran bahwa manusia selalu berada dalam proses menjadi, bukan keadaan yang statis.

Dari perspektif growth mindset, Imam Zainal Abidin mengajarkan bahwa pertumbuhan sejati lahir dari pengakuan atas kelemahan diri, disertai tekad memperbaiki kekurangan melalui doa, amal, dan kesabaran.

Letak penekanan Imam Zainal Abidin: growth mindset ditempatkan pada kerendahan hati dan kesadaran spiritual, bahwa manusia selalu bisa tumbuh selama bersandar pada Allah dan tidak berhenti memperbaiki diri.

3. Sayid Ali Khamenei: Pendidikan, Kerja Keras, dan Perlawanan terhadap Kejumudan

Sayid Ali Khamenei (lahir 1939), pemimpin spiritual kontemporer Iran, kerap menekankan pentingnya membangun generasi muda dengan semangat belajar, kemandirian, dan kerja keras. Baginya, stagnasi intelektual dan mental adalah bentuk penjajahan terselubung yang menghambat kemajuan umat Islam.

Dalam berbagai ceramahnya, ia menegaskan bahwa bangsa yang ingin maju harus menumbuhkan budaya ilmu, penelitian, dan inovasi. Ia sering menyebut bahwa Islam mengajarkan ijtihad (usaha intelektual) yang berkesinambungan, sehingga umat tidak boleh terjebak dalam mentalitas statis atau sekadar meniru.

Dari perspektif growth mindset, Sayid Ali Khamenei menekankan bahwa potensi bangsa dan individu dapat berkembang pesat jika dibarengi tekad kuat, disiplin, dan keyakinan bahwa kemampuan bisa ditingkatkan.

Letak penekanan Sayid Ali Khamenei: growth mindset diterjemahkan ke dalam semangat kerja keras, pendidikan, dan keberanian menghadapi tantangan zaman untuk membangun peradaban Islam yang unggul.

Kesimpulan

Ketiga ulama di atas, meski berbeda zaman dan konteks, memiliki benang merah yang sama: manusia selalu berada dalam proses menjadi, bukan dalam keadaan final.

  • Imam Al-Ghazali menekankan ilmu dan penyucian hati sebagai fondasi pertumbuhan.
  • Imam Ali Zainal Abidin menekankan kesabaran, kerendahan hati, dan doa sebagai motor spiritual dalam perjalanan pengembangan diri.
  • Sayid Ali Khamenei menekankan pendidikan, kerja keras, dan semangat ijtihad sebagai kunci kemajuan umat di era modern.

Dengan demikian, growth mindset dalam perspektif literasi Islam bukan sekadar keyakinan psikologis, melainkan bagian dari jalan spiritual, intelektual, dan sosial untuk terus memperbaiki diri dan menebar manfaat bagi kehidupan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar